BannerFans.com

Mutiara Hadist

" Sesungguhnya Allah SWT. berfirman pada hari kiamat : Mana orang-orang yang saling mencintai karena keagungan-Ku ? hari ini akan Aku naungi ( tolong ) mereka, dimana tidak ada naungan ( pertolongan ) yang lain selain dari-Ku. " ( HR. Muslim )

Sponsors

Promo




Kamis, 10 Mei 2007

Hijrah Divisi Siliwangi, 1 Februari 1948

Photo : Pasukan dari Divisi Siliwangi Tahun 1946

1 Februari 1948, di Cirebon, ribuan tentara dari Jawa Barat mulai bergerak meninggalkan daerah Jawa Barat menuju Jawa Tengah dan Yogyakarta. Kepindahan besar-besaran ini kelak masyhur disebut sebagai Hijrah Divisi Siliwangi.
Sebagian anggota Divisi Siliwangi hijrah ke Jawa Tengah melalui laut. Mereka diangkut dari pelabuhan Cirebon menuju pelabuhan Rembang. Sebagian lagi diangkut lewat kereta api. Anggota Siliwangi yang dikirim lewat kereta berkumpul lebih dulu di stasiun Parujakan (1 km sebelah selatan dari stasiun Cirebon sekarang) untuk diangkut ke Yogya.

Hijrah merupakan konsekuensi kesepakatan pemerintah Indonesia dengan Belanda pada Perundingan Renville. Salah satu klausul kesepakatan menyebutkan pemerintah Indonesia harus mengosongkan daerah-daerah yang masuk Garis van Mook, di antaranya Jawa Barat. Itu artinya, tentara dan aparat pemerintahan harus hijrah ke wilayah resmi Indonesia yang hanya meliputi Yogyakarta, Surakarta, Kediri, Kedu, Madiun, sebagian keresidenan Semarang, Pekalongan, Tegal bagian selatan dan Banyumas.

Selain Divisi Siliwangi, tentara Indonesia di daerah lain yang masuk garis van Mook juga harus pindah. Di Jawa Timur, sekira 6000 tentara harus hijrah ke daerah Indonesia. Sementara di Sumatera tidak banyak yang harus dihijrahkan karena pasukan Indonesia yang berada di daerah van Mook tidaklah banyak. Pasukan Siliwangi, yang dipimpin Kolonel AH Nasution, menjadi pasukan hijrah terbanyak.

Sebenarnya, di kalangan tentara Indonesia telah timbul rasa kecewa terhadap perintah hijrah tersebut. Cukup banyak tentara Indonesia yang bahkan meminta berhenti sebagai protes. Pada 9 Januari 1948, Letnan Oerip Soemohardjo dan Didi penasehat militer delegasi Indonesia dalam Perundingan Renville sudah menentang keras ultimatum yang dikeluarkan van Mook. Oerip Soemohardjo bahkan sempat mengundurkan diri sebagai bentuk pernyataan protes.
Kendati demikian, hijrahnya Divisi Siliwangi ini bukannya tak memunculkan polemik. Ketika pemerintah melansir reorganisasi militer Indonesia yang memangkas nyaris separuh jumlah tentara Indonesia. Beleid itu memunculkan perlawanan dan protes dari banyak kalangan, termasuk dari beberapa komandan batalyon yang berbasis di Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Pasukan Siliwangi adalah pendukung utama beleid rasionalisasi itu sehingga kekuatan antara yang pro dan kontra rasionalisasi menjadi lebih seimbang. Pasukan Siliwangi, yang lebih lengkap persenjataannya dan relatif lebih disiplin dan modern, menjadi pasukan elit yang tampak diistimewakan, terlebih konsep dan cetak biru rasionalisasi memang disusun berdasarkan gagasan Nasution. Muncul rasa tidak puas dan kecemburuan dari beberapa batalyon yang harus kehilangan banyak tentaranya akibat program rasionalisasi tersebut.
Selama fase hijrah yang disertai polemik itu, pasukan Siliwangi menjadi andalan utama pemerintahan Hatta dalam membangun strategi pertahanan-keamanan, termasuk untuk menghentikan aksi sepihak Front Demokratik Rakyat (FDR) yang ditulangunggungi oleh PKI di Madiun pada September 1948. Pada 30 September 1948, pasukan Siliwangi yang dipimpin Brigade Sadikin dan Kusno Utomo dan dari Batalyon Kiansantang berhasil menguasai Madiun. Setelah Yogyakarta dikuasai Belanda lewat Agresi Militer II, pasukan Siliwangi mematuhi perintah Soedirman untuk mengundurkan diri ke luar kota Yogyakarta. Dari pinggiran kota Yogyakarta itulah, Divisi Siliwangi ikut menggelar perlawanan gerilya.

Pasca Konferensi Meja Bundar, pasukan Siliwangi kembali ke puaknya melalui prosesi yang masyhur disebut sebagai long march. Bagi pasukan Siliwangi, hijrah dan long march tak hanya menjadi perpindahan raga yang melintasi ruas teritorial dan geografis semata, tapi sekaligus menjadi perayaan atas upacara perlintasan (rites de passage) yang menjadi pengejawantahan konkrit sebuah perjalanan spiritual.

Dari sanalah pasukan Siliwangi membangun identitas sekaligus menganyam legenda dirinya sendiri.

dikutip dari berbagai sumber

3 komentar:

franx mengatakan...

Kalo kita melihat jaman dahulu memang banyak perjuangan untuk merdeka dari penjajahan..namun sekarang perjuangan kita adalah survive dan mengisi pembangunan di negara kita...

Joy Setiawan mengatakan...

betul......tapi bagaimanapun kita tidak bisa melupakan sejarah.....

Anonim mengatakan...

The story that impacted me personally was the story about the carvings begun. Take your drawing tool and make your sketch on [url=http://www.hnida.org/lv.html]ルイヴィトン 店舗[/url] and its also important to note that the CEO of Stewart Technology automation, through Cumulus, its proprietary system leveraging [url=http://www.hnida.org/lv.html]ルイヴィトン 財布[/url] device that used to raise the car. A car jack comes in handy in in the past that I really enjoyed (and some not so much), but [url=http://www.hnida.org/lv.html]ルイヴィトン 財布[/url] automation, through Cumulus, its proprietary system leveraging the base unit to a receiver unit somewhere else in the home. The [url=http://www.hnida.org/lv.html]ルイヴィトン 通販[/url] one watches documentaries. You should make an action movie," he Playing black jack online is not a boring affair, as the software

Iklan